Tentang Tokwi, Kain Batik Tulis Lasem

Tokwi, batik tulis lasem

Kain batik tulis Lasem sebagai sarung, kain panjang, selendang merupakan hal yang sering digunakan sehari-hari oleh warga. Namun, hal menarik adalah produksi kain Tokwi, kain penghias meja altar sembahyang bagi masyarakat Cina. Pada saat penelitian lapangan yang berlangsung pada bulan Agustus 2016, kami sempat mengabadikan beberapa altar keluarga pemilik rumah kuna di Lasem yang terdapat kain penutup bagian depan meja bermotif naga, naga – burung hong, Delapan Dewa, kilin dan berbagai motif simbolik lainnya. Tak hanya di Lasem, kain batik dengan motif tradisional Cina ini digunakan oleh kaum peranakan untuk menghiasi meja altar persembahan mereka terutama di sepanjang pesisir pantai utara seperti Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Tuban.

Kain batik tulis penutup altar berukuruan 100×90 cm ini disebut Tokwi dalam Bahasa Hokkian. Dalam Bahasa Mandarin disebut Zhuo Wei 桌围. Awalnya kain Tokwi di Cina merupakan kain penutup altar yang menggambarkan perpaduan antara motif Taois dan Buddhis. Diduga, kain Tokwi ini populer pada masa Dinasti Tang (abad 8-9 M), tokwi dibuat dengan menggunakan teknik sulaman. Penggunaan kain penutup altar terus bertahan melintasi berbagai masa dinasti dengan penggunaan aneka warna benang sulam, merah, hijau, kuning, biru, ungu, hitam, putih, dan emas. Tokwi dengan detil sulaman yang memenuhi motif-motif simbol religius semakin mewah dan banyak digunakan oleh kalangan bangsawan Cina dan kaum saudagar.

Baca juga: Lasem, si Kota Batik

Dalam perkembangannya, motif Tokwi Cina diperkaya dengan kombinasi dengan hiasan ikatan benang, penggunaan manik-manik, cermin, dan metal yang menambah kemewahan kain Tokwi. Seiring dengan migrasi orang Cina ke penjuru dunia, Tokwi pun menyebar ke mancanegara. Demikian pula dengan migrasinya ke Asia Tenggara, Tokwi pun turut serta, bahkan berubah rupa. Tokwi batik menjadi ikon peranakan Cina di Asia Tenggara terutama di Indonesia, Singapur dan Malaysia. Namun satu hal yang tak dapat dipungkiri, kreasi cipta bakti Tokwi merupakan karya yang muncul dari tanah Nusantara. Munculnya Tokwi di Indonesia menggambarkan bentuk adaptasi budaya Cina dalam batik Nusantara yang telah menjadi tren sejak abad 19.

Tokwi, kain batik tulis lasem
Tokwi sebagai kain penghias meja altar sembahyang.
Photo by: Agni Malagina

Batik Tokwi yang digunakan kaum peranakan Cina untuk menghias altar pada pelbagai kesempatan upacara daur hidup keluarga yaitu ulang tahun, pernikahan, kematian serta upacara-upacara tradisional Cina seperti sembahyang harian dan tahun baru Imlek memiliki pakem motif yaitu Tiga Dewa (Fu Lu Shou), Delapan Dewa, naga, burung hong, singa, kilin, kelelawar, kupu-kupu, motif geometris, flora, fauna lainnya, buah-buahan yang biasa muncul sebagai pusat motif dan motif tepi dalam kombinasi dan berulang kali. Batik Tokwi pun seolah ingin tampil beda, penggunaan elemen lokal membuat Tokwi asal pesisir utara Jawa ini berbeda dengan Tokwi asli tanah leluhur. Adaptasi warna dan motif pun terjadi dengan munculnya warna sogan, merah bata, motif hewan laut, motif flora fauna lokal yang berpadu dengan motif pakem tradisi Cina.

Terdapat beberapa motif yang dapat ditemukan dalam kain Tokwi. Motif utama yang menjadi pusat Tokwi biasanya menggambarkan tiga dewa (san xing tiga bintang) Fu Lu Shou, Dewa Keberuntungan, Dewa Kemakmuran, Dewa Panjang Umur pada bagian utama kain Tokwi. Motif lainnya adalah Naga yang biasanya digunakan sebagai simbol kekaisaran juga bermakna keagungan, kekuatan, kewaspadaan, dan kebaikan. Motif burung Hong sering digunakan sebagai simbol keindahan, kecantikan, perdamaian dan kemakmuran. Motif Naga dan burung Hong sering muncul bersama sebagai simbol harmonisasi Yin dan Yang, keagungan dan keindahan, kekuatan dan kecantikan, keduanya sering pula menjadi simbol kebahagiaan dalam upacara pernikahan. Biasanya Towki juga memiliki motif Delapan Dewa pada bagian atas penampang Tokwi. Hal ini dimaknai terdapat dunia atas yang ditinggali oleh oleh para dewa dan dunia bawah yang diisi oleh aneka mahluk, flora dan fauna.

Baca juga: Seribu Batik di tepi pesisir, alasan Kesengsem Lasem

Batik Tokwi Lasem saat ini mungkin saja akan tersingkir karena Tokwi impor dari Cina lebih banyak diminati. Namun beberapa pengusaha batik tulis Lasem masih memproduksi tokwi khas perusahaannya. Hal ini membuktikan bahwa pengguna Tokwi batik tulis masih ada. Hal ini merupakan pertanda baik karena batik Tokwi masih diproduksi dan masyarakat masih menggunakan batik Tokwi. Jika pada awalnya batik tokwi merupakan buah adaptasi budaya Cina Jawa, maka ia akan bertahan menjadi saksi sejarah perubahan jaman dan dinamika kehidupan multikultur di tempat ia berkembang.

Author

  • Pencinta budaya Cina di Nusantara, tinggal di Jakarta. Ia juga kerap menulis untuk beberapa media, salah satunya National Geographic Indonesia.