Komplek Pecinan di Lasem yang Bersejarah

Interior Klenteng Poo An Bio

Lasem adalah sebuah kota kecamatan di Kabupaten Rembang, pesisir pantai utara. Jaraknya sekitar 12 km dari Rembang. Kota seluas 4.504 hektar ini dilalui oleh Jalan Raya Pos yang dibangun pada masa pemerintahan Daendels (1808-1811).

Lasem terbentuk dari pelbagai elemen kebudayaan: Jawa, Tionghoa, kolonial Belanda, dan warisan masa Majapahit. Kota ini telah menjadi miniatur keberagaman sejak abad 15. Tak heran, istilah toleransi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Lasem hingga saat ini.

Lasem pernah tercatat dalam beberapa naskah kuno Jawa: Nagarakertagama (1365), Badrasanti (1479), dan Pararaton (1600). Tak hanya dalam naskah kuno Jawa, toponimi Lasem pun tercatat dalam 4 kronik Cina bertarikh 1304 sampai 1617. Demikian pula nama Lasem muncul dalam aneka catatan pemerintah Belanda sejak abad 18.

Muara Sungai Lasem
Muara Sungai Lasem menjadi tempat masuknya jung-jung dan kapal dagang Cina pada abad 17-19. (Foto oleh Ellen Kusuma)

Pada abad 18-19, Lasem menjadi kota Corong Candu-nya Jawa, pelabuhan candu terbesar di Pulau Jawa bersama dengan kota di sebelahnya, Juwana. Dari perdagangan candu ini, Lasem menjadi kota kaya raya. Tinggalannya adalah komplek bangunan di Pecinan Lasem; Soditan, Gambiran, Karangturi dan Babagan. Bangunannya besar dan megah berciri arsitektur Cina Fujian, Cina Hindia, Indische Empire, dan kolonial tersebar di wilayah kota tua Lasem. Persis seperti bangunan di Tionghoa. Karena itu pula, Lasem mendapat julukan Tiongkok Kecil, dan julukan ini telah mendunia.

Jumlah bangunan di Pecinan Lasem mencapai 250-an bangunan, baik dalam kondisi lestari atau terlantar. Keistimewaan Pecinan Lasem adalah tidak ditemukannya bangunan rumah toko berlantai dua dan memanjang. Semua bangunan merupakan bangunan yang berdiri di tanah minimum seluas 1500 m2. Di luar itu, terdapat pula bangunan ibadah, seperti klenteng, yang sama seperti rumah-rumah di kawasan Pecinan Lasem, berusia tak kalah tua.

 

Berikut adalah bangunan-bangunan bersejarah yang masih berdiri dan lestari di Lasem:

  1. Klenteng Cu An Kiong

    Klenteng Cu An Kiong adalah klenteng tertua dengan dewa utamanya adalah Dewi Samudra—Ma Zu atau Thian Siang Sing Bo—, atau sering disebut Mak Co. Klenteng ini berdiri pada abad 16. Terletak di Jalan Dasun, Desa Soditan.

    Baca selengkapnya tentang Klenteng Cu An Kiong.

    Komplek Pecinan Lasem
    Klenteng Cu An Kiong (foto oleh Astri Apriyani)
  2. Klenteng Bao An Bio

    Klenteng Bao An Bio terletak di Karangturi, didirikan untuk menghormati Kong Tik Cun Ong (Guangze Zunwang). Masa pembangunannya tidak diketahui. Klenteng ini dipugar pada 1919 dan 1927. Terletak di Pecinan Karangturi Gang 8.

    Interior Klenteng Poo An Bio
    Klenteng Poo An Bio di Karangturi. (Foto oleh Astri Apriyani)
  3. Klenteng Gie Yong Bio

    Klenteng Gie Yong Bio dibangun untuk menghormati dua pahlawan zaman Dinasti Ming, yaitu Chen Sixian dan Huang Daozhou. Klenteng ini juga dipercaya merupakan klenteng yang menghormati dua orang Tionghoa yang pertama kali mendarat di Lasem, yaitu pria bermarga Chen (Tan) dan Huang (Oey).

    Bahkan, keduanya juga dipuja di Rembang dan Juwana. Cerita versi lain, kedua tokoh Cina ini adalah pahlawan Lasem yang turut berperang bersama orang-orang Jawa melawan VOC pada 1740-1743. Orang-orang Jawa mengenang peristiwa di zaman itu dengan sebutan Geger Pecinan. Terletak di Pecinan Desa Babagan.

    Klenteng Gie Yong Bio
    Klenteng Gie Yong Bio di Desa Babagan. (Foto oleh Feri Latief)
  4. Lawang Ombo

    Lawang Ombo dibangun pada akhir abad ke-18. Pemiliknya adalah Lim Cui Sun, bong (makam, bertanda tahun 1825) terletak di dalam komplek rumah Lawang Ombo. Rumah bergaya Fujian Selatan dengan atap ekor walet masih memiliki altar tempat menyimpan papan abu Lim Cui Sun dan beberapa anak lelakinya, termasuk Kapitan Cina pertama di Lasem, Lim Ki Siong. Terletak di Pecinan wilayah Soditan, di samping Klenteng Cu An Kiong.

    Lawang Ombo atau Rumah Candu
    awang Ombo atau dikenal juga dengan nama Rumah Candu, salah satu bangunan rumah berarsitektur Fujian di Desa Soditan. (Foto oleh Feri Latief)
  5. Pesantren Kauman

    Kini, rumah ini dimiliki oleh Gus Zaim, Pemimpin Pondok Pesantren Kauman. Rumah Cina Hindia ini terletak di Jalan Karangturi. Di area ini juga terdapat Masjid Kauman, masjid utama di Lasem. Area ini juga terdapat rumah-rumah berarsitektur Jawa.

    Pesantren Kauman Lasem
    Pesantren Kauman terletak di Desa Karangturi. (Foto oleh Feri Latief)
  6. Rumah Merah atau Tiongkok Kecil Heritage

    Rumah Tiongkok Kecil Heritage, rumah bergaya Cina Indis merupakan rumah kuno yang telah dikonservasi dan direnovasi. Terletak di Komplek Pecinan Karangturi Gang 4.

    Rumah Merah Lasem
    Rumah Merah dibangun sejak pertengahan abad 19. (Foto oleh Feri Latief)
  7. Rumah Opa Gwan

    Rumah Opa Oma, merupakan bangunan Cina Hindia, dahulu menjadi tempat produksi batik, tetapi saat ini tidak digunakan lagi. Ditinggali oleh Opa Gwan, Oma Lim, dan seorang penjaga rumah, Minuk. Rumah ini dapat dikunjungi wisatawan. Terletak di Karangturi Gang 4.

    Rumah Oma Opa Lasem
    Teras di rumah-rumah Lasem adalah tempat untuk menerima tamu, serta untuk bercengkrama keluarga. (Foto oleh Ellen Kusuma)
  8. Rumah Nyah Lasem (Mini Museum)

    Rumah Nyah Lasem merupakan rumah Cina Hindia. Terdiri dua bangunan utama, rumah Cina sederhana dijadikan sebagai museum keluarga dan masih dalam taraf pengembangan. Bangunan di sampingnya, berupa bangunan kolonial, difungsikan sebagai guest house bagi backpackers. Terletak di Karangturi Gang 5.

    Baca cerita tentang: Museum Nyah Lasem

    Museum Nyah Lasem
    Museum Nyah Lasem, terletak di Desa Karangturi. Merupakan rumah berarsitektur Cina Hindia. (Foto oleh Agni Malagina)
  9. Rumah Lim Hong Hoen

    Rumah Liem Hong Hoen, bangunan bergaya Indische Empire paling besar di Lasem. Rumah ini bekas rumah milik Liem Hong Hoen—pesohor Lasem awal abad ke-20 yang juga keturunan Liem Cui Sun.

    Konon, rumah megah ini disebut-sebut juga pernah sebagai tempat penyelundupan candu. Rumah megah milik Hoen telah diakuisisi kepolisian pada 1965. Kini, bangunan difungsikan sebagai Kantor Polisi Sektor Lasem. Terletak di Jalan Raya Pos.

    Rumah Lim Hong Hoen Lasem
    Rumah Lim Hong Hoen seorang taipan asal Lasem pada pertengahan abad 19. Bangunan ini kini digunakan sebagai kantor polisi sektor Lasem. (Foto oleh Feri Latief)

Author

  • Ia adalah penggemar berat sastra, terutama sastra Indonesia. Setelah mundur dari profesinya sebagai jurnalis, sekarang ia menikmati pekerjaannya sebagai pekerja paruh waktu. Kebanyakan sebagai travel writer, blogger di renjanatuju.com, scriptwriter film pendek, copywriter iklan, penulis fiksi, dan kontributor di pelbagai majalah.