Lanskap kota terpenting Pecinan Lasem adalah tiga buah klenteng yang menjadi poros pesonanya, Klenteng Cu An Kiong di Dasun Gambiran, Klenteng Bao An Bio di Karangturi, dan Klenteng Gio Yong Bio di Babagan. Tulisan kali ini akan membahas klenteng berlanggam klasik Fujian di Lasem, yaitu Cu An Kiong – Ci An Gong (Istana kebajikan dan kedamaian).

Beralamat di Jalan Dasun No. 19, Desa Soditan, Lasem, Cu An Kiong adalah klenteng yang tertua dengan dewa utamanya adalah Dewi Samudra – Ma Zu atau Thian Siang Sing Bo – sering disebut Mak Co. Disinyalir berdiri pada abad 15, namun tiada catatan pasti mengenai peletakan batu pertama klenteng ini. Beberapa catatan inskripsi menyebutkan bahwa klenteng tersebut dipugar pada tahun 1838.
Beragam penamaan bagi Ibu Ratu Nirwana ini, Tian Hou, Ma Zu Po. Ia adalah Dewi Laut yang dipuja oleh para pelaut dan perantau yang mengarungi lautan untuk mendapatkan cuaca bersahabat dan keselamatan. Bagi nelayan atau pelaut yang memujanya, sebelum dimulainya musim melaut, mereka akan mengadakan sembahyang pemujaan bagi Ma Zu pada tanggal 23 bulan 3 penanggalan bulan/Imlek. Mereka menyalakan lilin dan dupa cendana, mempersembahkan makanan berbahan dasar daging ayam dan babi, dan memanjatkan doa memohon keselamatan.
Bagi masyarakat Cina Indonesia terutama warga Lasem, tanggal ini merupakan tanggal ulang tahun Ma Zu. Ia pun diletakkan pada altar utama klenteng tersebut. Begitu sangat dipujanya Dewi Ma Zu, sehingga pengunjung tabu untuk mengabadikan figur Ma Zu menggunakan kamera.”Jangan difoto, nanti khawatir terjadi apa-apa dengan kita,” ujar Gandor Sugiharto (68) yang menemani saya mengagumi kemegahan Cu An Kiong.
Klenteng Cu An Kiong memiliki bentuk bangunan khas daerah Cina bagian selatan. Jenis bangunan persegi empat yang dikenal dengan nama Siheyuan ini memiliki atap yang sering disebut atap ekor walet – atap Ying Shan dengan bentuk ekor walet atau Yinwei Xing. Jenis atap ini baru populer pada masa Dinasti Qing (1644-1911) dan sesuai peraturan jenis atap ini hanya digunakan sebagai atap bangunan kuil serta bangunan kantor dipenuhi oleh simbol-simbol keberuntungan. Namun di Lasem, beberapa bangunan rumah pun memiliki jenis atap ekor walet dengan detil ornamen simbol yang dipercaya sebagai tolak bala.
Hal ini memperkuat bahwa klenteng ini dimungkinkan dibangun pada abad 15. Klenteng Cu An Kiong memiliki bentuk bangunan khas daerah Cina bagian selatan. Bangunan itu berbentuk persegi empat atau siheyuan yang memiliki atap-atap ekor walet. Bangunan utama klenteng ini dipenuhi oleh aneka ragam hias simbolik penuh makna yang menggambarkan prinsip Yin dan Yang serta harapan hidup penuh kebajikan dan kesejahteraan. Terdapat pula mural dewa-dewa dan mural monokrom 100 panel kisah Fangshen Yanyi (kisah terciptanya dewa-dewi) pada bagian utama klenteng tersebut.
Dinding dalam bagian Klenteng Cu An Kiong dipenuhi mural. Uniknya, mural di Klenteng ini berbeda dengan beberapa klenteng besar semacam Klenteng Besar Cirebon, Klenteng Dhangun Bogor dan beberapa klenteng lainnya yang memajang mural Roman Tiga Negara. Tak banyak yang mengetahui mural apa yang tergambar di Cu An Kiong. Mural monokrom hitam putih ini diambil dari 100 panel ‘komik’ Fengshen Yanyi dikenal juga dengan nama Fengshenbang atau Kisah Mitologi Dewa-Dewa Taois karya Xu Zhonglin. Fengshen Yanyi ditulis pada masa Dinasti Ming (1368-1644) dan diterbitkan pada tahun 1550.


Karya mengenai mitologi dewa dewi Cina ini sarat akan kisah mitos, sejarah, folklor,dan legenda yang diperkuat dengan fantasi sang pengarang. Komik ini mengambil latar masa akhir Dinasti Shang (1600-1046 SM) dan masa kebangkitan Dinasti Zhou (1046-256 SM). Bercerita tentang penggulingan Raja Zou (Dinasti Shang) oleh Raja Wu dari Dinasti Zhou yang dibantu oleh pahlawan tempur, dewa-dewi, roh halus, dan mahluk jadi-jadian. Begitu detailnya gambaran torehan tinta pada dinding Cu An Kong sehingga gambar itu tampak hidup.
Klenteng yang pernah dipugar besar-besaran pada tahun 1869 rupanya juga menyimpan aneka kuplet dan papan bertuliskan aneka peribahasa simbol keselamatan dan keindahan yang dibuat pada masa Kaisar Guang Xu dari Dinasti Qing memimpin antara tahun 1875-1908. Tak dapat dipungkiri, klenteng ini bukan saja memiliki keindahan bangunan, namun dipenuhi oleh aneka makna simbolik dan nilai moral di dalamnya tak terkecuali kisah magis mistis yang melingkupinya.
Jika Anda datang ke Lasem, pastikan mengunjungi klenteng ini. Keindahannya akan membuat Anda #kesengsemlasem lho.
Baca selengkapnya paket wisata ke Lasem.
Author
-
Pencinta budaya Cina di Nusantara, tinggal di Jakarta. Ia juga kerap menulis untuk beberapa media, salah satunya National Geographic Indonesia.